MEMBANGUN KETENANGAN BATIN
Menghadapi Tantangan Global Megatrend 2050, Diperlukan Cara Menyiapkan Tenaga Terampil di Masa Depan
329 Peserta Lulus SKD dan Berhak Mengikuti SKB
Pemanggilan Asesmen Pelaksana Calon Ketua Tim Kerja
678 PPPK ikuti kegiatan Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika pada Instansi Pemerintah
BKPSMD Turut Partisipasi Bersih Pantai Sodong Dalam Rangka Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat
CILACAP - Ustad Pranyata dalam kajian Ramadhan minggu ke 2 bersama Karyawan karyawati BKPSDM di Aula BKPSDM Kab. Cilacap, Jumat (22-03-2024) menjelaskan bahwa saat ini, yang sedang kita lalui adalah hanya salah satu perhentian saja, dari perjalanan panjang kita. Perjalanan saat ini kita sebut sebagai kehidupan dunia, yang berarti dekat (dunya), atau pendek. Karena ada perhentian yang lebih tinggi (qushwa) dan panjang. Yaitu, ketika kita sudah benar-benar bersama Allah Swt.
Lebih lanjut Beliau memaparkan, menurut Imam al-Ghazali yang menjadi pejalan dari kehidupan ini, yang sesungguhnya, adalah jiwa manusia. Sementara tubuhnya adalah kendaraan bagi jiwa yang sedang melakukan perjalanan kehidupan tersebut.
Jika jiwanya ugal-ugalan, perjalanannya akan sering menabrak. Maka badan (sebagai kendaraan) yang akan menderita. Badannya yang merasakan influensa, batuk, stress.
Jiwa, selaku sopir seharusnya tenang. Dalam Islam banyak konsep / ramuan untuk ketenangan jiwa. Masing-masing ramuan bisa saling melengkapi, namun juga bisa digunakan sendiri-sendiri.
Maka dari itu kita perlu Membangun Ketenangan Batin berikut 8 cara untuk Membangun Ketenangan Batin
1. MEMAAFKAN ATAU JANGAN DIMASUKAN HATI
Allah berfirman dalam QS.7 Al-A’raf:199 “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
Allah memerintahkan agar kita menjadi “pemaaf”. Kata dasar الْعَفْوَ (pemaaf) adalah ‘Afwu (maaf) bermakna: menghapus, atau menghilangkan, atau melenyapkan. Sehingga kalau kita memaafkan kesalahan orang berarti kita menghapus, menghilangkan atau melenyapkan kekilafan orang tersebut dari diri kita.
Atau paling tidak jangan dimasukan hati dan tetap berbuat baik. Allah berfirman: “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. ” (QS. Al Furqon: 63).
2. TAWAKAL
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS.At-Thalaq: 3).
Tawakal (bahasa Arab: توكُل) atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.
Menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan pertama dan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan. Jadi arti tawakkal yang sebenarnya -- menurut ajaran Islam -- ialah menyerah diri kepada Allah swt serta berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.
3. SABAR
Kata sabar diartikan sebagai menahan, baik dalam pengertian fisik material, seperti menahan seseorang dalam tahanan, maupun nonfisik (immaterial), seperti menahan diri atau jiwa dalam menghadapi sesuatu yang diinginkannya.
Dapat diartikan bahwa sabar menuntut ketabahan dalam menghadapi sesuatu yang sulit, berat, pahit, yang harus dihadapi dengan penuh tanggung jawab.
Sehingga sabar itu merupakan perwujudan jiwa yang tangguh, ulet, strategik dan tidak sama dengan jiwa yang pasrah menerima apa adanya.Orang yang sabar tidak marah dan tidak putus asa. Marah yang terus-menerus dan tidak terkendali dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik. Saat marah, tubuh melepaskan hormon stres, seperti kortisol, yang dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan risiko masalah kardiovaskular.
4. RHIDO
Arti Ridho Berdasarkan Kamus al-Munawwir, kata ridha ( رِضَا) berasal dari kata radhiya-yardha-ridwanan yang berarti senang, suka, rela, menyetujui, puas.
Dari ‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya” HSR Muslim (no. 34).
Hadits ini singkat, namun isi nasehatnya sangat dalam. Untuk mendapatkan kelezatan iman, atau bisa diterjemahkan untuk mendapatkan kebahagiaan, caranya cukup dengan ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya. Dan dari sini bisa memunculkan kebahagian yang hakiki. Kebahagian yang tulus. Kebahagiaan yang langgeng.
Kalau kita masih galau, kalau kita masih sedih, kalau kita masih merasa tidak bahagia, maka ada yang perlu di Upgrade dalam iman kita.
4. BERSYUKUR
Sebagaimana firman Allah: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS.14. Ibrahim:7).
Allah itu tidak pelit. Allah selalu sayang dan setia memndenyutkan jantung kita walaupun tidak kita minta. Pernahkah kita berdo’a yaa Allah, denyutkanlah jantungku? Yakin kalau hampir semua orang tidak pernah berdo’a demikian. Tetapi Allah setia mendenyutkan jantung kita.
Bagaimana kalau Allah membuat ginjal kita tak mampu lagi mencuci darah ? Bagimana kalau kita tak lagi diberi rizqi oleh Allah ?
Dalam ayat ini Allah mengingatkan atau wanti-wanti kepada kita terkait dengan syukur.
Kata syukur berarti Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan pemberian, sedikit sekalipun, hatinya akan senang atau bahagia.
Ahli lain menjelaskan pengertian syukur ialah membuka atau menampakkan nikmat Allah antara lain di dalam bentuk memberikan sebahagian dari nikmat itu (sodaqoh) kepada orang lain. Sehingga syukur merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur)” yang berarti ‘menutup’, atau ‘melupakan nikmat dan menutup-nutupinya’, sedangkan menutupinya adalah dengan bersifat kikir.
5. IKHLAS
Ikhlas berasal dari kata akhlaso yukhlisu ikhlasan. Akhlaso dari kata khalaso yang berati sesuatu yan bening tak bercampur dengan apapun. Lawan Dari Ikhlas adalah Riya’. Riya’ adalah mengerjakan suatu perbuatan atau ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang lain, bukan karena Allah semata. Kalau ikhlas sudah di hati, walaupun saat ia beribadah dilihat orang, ia tetap hanya kepada Allah. Ketika disanjung ataupun dicela ia tak berubah pikiran. dalam shalat, kita justru berjanji kepada Allah secara totalitas.
Inilah janji kita dalam do’a iftitah dalam shalat. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS.6 Al-An’am:162) Dikatakan janji secara total karena kita menyerahkan shlat, ibadah, hidup dan mati kita hanya untuk Allah. Hanya saja sadarkah kita telah berjanji yang demikian?.
6. KHUSYUK
Banyak di antara kita selama ini sudah melakukan shalat, tetapi ada yang shalat namun tidak tahu arti dari apa yang ia ucapkan dalam bacaan shalat. Penyebabnya karena bacaan shalat berbahasa Arab, sementara kita tidak faham bahasa Arab. Padahal mengetahui apa yang dibaca, secara psikologis adalah syarat untuk bisa menghayati bacaan tersebut. Inilah cara mencapai shalat khusyuk. Kurangnya kita dalam mengetahui isi dari bacaan shalat, menjadi titik lemah kita untuk mencapai shalat yang khusyuk.
Padahal kalau kita bisa shalat khusyuk, Allah berfirman dalam QS.23. Al-Mu’minun: 1-2 “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.” Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan bagi orang yang beriman dan khusyuk shalatnya, mereka akan diberi keberuntungan oleh Allah. Seandainya ada orang beriman, tetapi kalau shalatnya tidak khusyuk, mereka tidak termasuk orang yang akan diberi keberuntungan.
7. DO’A
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Do’a adalah ibadah, Rabb kalian berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan memperkenankan bagimu.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)
Tapi meskipun lidah saya berucap seperti itu, hati kecil manusia berkata lain. "Apakah mungkin? Dari mana uangnya? Bagaimana caranya?". Nah, rupanya keragu-raguan batin seperti itu bisa dikatakan seolah menggagalkan doa.
Demikian beberapa cara kita Membangun Ketenangan Batin, tentunya butuh konsistensi dalam menjalani cara ini dan hasil yang tidak cepat kita dapatkan. Semoga Alloh SWT memeberikan kemudahan. Amiin.