Barometer Akhlak Mulia
Terkait
Menghadapi Tantangan Global Megatrend 2050, Diperlukan Cara Menyiapkan Tenaga Terampil di Masa Depan
329 Peserta Lulus SKD dan Berhak Mengikuti SKB
Pemanggilan Asesmen Pelaksana Calon Ketua Tim Kerja
678 PPPK ikuti kegiatan Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika pada Instansi Pemerintah
BKPSMD Turut Partisipasi Bersih Pantai Sodong Dalam Rangka Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat
Banyak orang yang keliru dalam menilai baik buruknya orang lain. Keramahan dan suka traktir sering dikategorikan pertanda kebaikan budi seseorang.
Pola penilaian ini tidaklah mutlak keliru. Hanya saja kurang jeli karena masih menyisakan titik kelemahan. Sebab sangat mungkin seseorang itu menerapkan dua akhlak yang berbeda pada dua kesempatan yang berbeda.
Barometer kemuliaan akhlak adalah Akhlak mulia kepada keluarga, terutama terhadap istri dan anak-anak.
Mengapa demikian? Ada 2 hikmah dibalik peletakan barometer tersebut:
Pola penilaian ini tidaklah mutlak keliru. Hanya saja kurang jeli karena masih menyisakan titik kelemahan. Sebab sangat mungkin seseorang itu menerapkan dua akhlak yang berbeda pada dua kesempatan yang berbeda.
Barometer kemuliaan akhlak adalah Akhlak mulia kepada keluarga, terutama terhadap istri dan anak-anak.
Mengapa demikian? Ada 2 hikmah dibalik peletakan barometer tersebut:
-
Sebagian besar waktu yang dimiliki seseorang dihabiskan di dalam rumahnya bersama istri dan anak-anaknya. Andaikata seseorang itu bisa bersandiwara (berpura-pura) dengan menampilkan akhlak mulia ditempat kerjanya yang hanya berlangsung beberapa jam saja belum tentu ia sanggup bertahan untuk terus melakukannya di rumahnya sendiri. Karena berpura-pura baik di rumah lebih sulit dipertahankan lantaran keberadaannya di tengah keluarga lebih lama ketimbang di kantor atau saat berkenalan dengan seseorang. Sehingga saat dia di rumah, tampaklah karakter yang asli. Ketika berada di kantor atau saat bertemu kenalan, seorang lelaki bisa menutupi sifat aslinya yang buruk dengan muka yang manis, tutur kata yang lembut dan suara yang halus. Namun, jika itu bukanlah watak aslinya, dia akan sangat tersiksa dengan 'peran' palsunya itu jika harus dipertahankan sepanjang harinya.
Kebalikannya, seseorang yang memang pembawaanya di rumahnya berakhlak mulia, Insya Allah otomatis ia akan mempraktekannya dimanapun ia berada.
- Di tempat kerja, ia hanyalah berposisi sebagai bawahan, yang notabenenya adalah lemah. Sebaliknya, ketika di rumah ia berada di posisi yang kuat, karena menjadi kepala rumah tangga. Perbedaan posisi tersebut tentunya sedikit banyak berimbas pula pada sikapnya di dua dunia yang berbeda itu. Ketika di kantor, ia menjaga 'rapor' nya di mata atasan. Untuk itu, ia berusaha melakukan apapun demi meraih tujuannya itu. Meskipun untuk meralisasikannya, ia harus memoles akhlak buruknya untuk sementara waktu. Hal itu tidaklah masalah. Yang penting karirnya terus menanjak dan gajinyapun ikut menanjak.
Adapun di rumah, di saat posisinya kuat, dia akan melakukan apapun seenaknya sendiri, tanpa merasa khawatir gaji dipotong atau dipecat.
Demikian itulah kondisi orang yang berakhlak mulia karena kepentingan duniawi.
Akhlak mulia yang sesungguhnya adalah orang yang selalu berbuat baik dalam situasi dan kondisi apapun serta dimanapun ia berada.
Sumber:
Majalah As-Sunnah
Edisi Khusus No. 04-05/Th.XIV
Demikian itulah kondisi orang yang berakhlak mulia karena kepentingan duniawi.
Akhlak mulia yang sesungguhnya adalah orang yang selalu berbuat baik dalam situasi dan kondisi apapun serta dimanapun ia berada.
Sumber:
Majalah As-Sunnah
Edisi Khusus No. 04-05/Th.XIV