KLUNTING....! Tidak Hanya Bukti Transfer, PNS yang Menerima Honor Perlu Meminta Bukti Potong Pajak
Terkait
Menyambut masa purna tugas dengan sehat dan bahagia
PENGUMUMAN SELEKSI ADMINISTRASI PPPK KABUPATEN CILACAP TAHUN 2024
198 PEGAWAI IKUTI PEMETAAN TALENTA JABATAN PENGAWAS
Peringati Hari Sumpah Pemuda, BKPSDM Kabupaten Cilacap Kirimkan Regu Terbaik dalam Lomba Gerak Jalan
Sosialisasi Program TAPERA dan Pemutakhiran Data Peserta
Honorarium adalah imbalan yang diberikan baik kepada PNS maupun Non PNS yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pemerintahan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Dalam hal ini PNS yang menerima honorarium sering kali mendapatkan info bukti transfer dari bendaharawan pemerintah. Namun ada hal yang sering terlewat yang berhak kita ketahui yaitu potongan pajak atas honor yang kita terima.
Pada Pasal 9 PMK Nomor 262/PMK.03/2010 mengatur bahwa honorarium atau imbalan lain selain yang pajaknya ditanggung pemerintah akan dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, tidak termasuk biaya perjalanan dinas. Sebagai gambaran pada saat kita mendapatkan penerimaan honor terdapat beragam tarif berdasarkan golongan PNS itu sendiri. Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD adalah dibagi menjadi 3 jenis tarif yaitu Pertama tariff sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II.Kedua, Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III. Ketiga, sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV.
Mengacu pada peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 Pasal 1 yaitu Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Bukti Pemotongan PPh adalah dokumen berupa formulir atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh Pemotong Pajak Penghasilan sebagai bukti atas pemotongan Pajak Penghasilan yang dilakukan dan menunjukkan besarnya Pajak Penghasilan yang telah dipotong. Dengan adanya Bukti Potong Pajak maka wajib pajak mendapatkan hak atas penghasilan yang dipotong.
Berdasarkan aturan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 Pasal 2 (1) Pemotong/Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh harus menyerahkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut. Hal tersebut sebagai bentuk ketaatan terhadap peraturan maka perlunya menyampaikan bukti pemotongan pajak kepada wajib pajak dalam hal ini PNS yang menerima honor. Hal tersebut dilakukan oleh bendaharwan pemerintah setelah melakukan penyetoran dan pelaporan pajak. Seringya kegiatan penyetoran dan pelaporan pajak dilakukan pada waktu yang berbeda sehingga bukti transfer umumnya sudah diterima dahulu dan tidak bersamaan dengan bukti potong pajak karena menunggu bendaharawan pemerintah melakukan pelaporan setiap periode masa pajak.
Alangkah baiknya PNS meminta bukti potong pajak setiap ada penerimaan honor setelah periode pelaporan pajak selesai setelah tanggal 20 setiap bulanya. Ketika bukti potong pajak di dapatkan maka dapat mengetahui secara rinci perolehan penerimaan dan memastikan kepatuhan terhadap aturan pajak terpenuhi.
Pada Pasal 9 PMK Nomor 262/PMK.03/2010 mengatur bahwa honorarium atau imbalan lain selain yang pajaknya ditanggung pemerintah akan dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, tidak termasuk biaya perjalanan dinas. Sebagai gambaran pada saat kita mendapatkan penerimaan honor terdapat beragam tarif berdasarkan golongan PNS itu sendiri. Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD adalah dibagi menjadi 3 jenis tarif yaitu Pertama tariff sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II.Kedua, Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III. Ketiga, sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV.
Mengacu pada peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 Pasal 1 yaitu Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Bukti Pemotongan PPh adalah dokumen berupa formulir atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh Pemotong Pajak Penghasilan sebagai bukti atas pemotongan Pajak Penghasilan yang dilakukan dan menunjukkan besarnya Pajak Penghasilan yang telah dipotong. Dengan adanya Bukti Potong Pajak maka wajib pajak mendapatkan hak atas penghasilan yang dipotong.
Berdasarkan aturan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 Pasal 2 (1) Pemotong/Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh harus menyerahkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut. Hal tersebut sebagai bentuk ketaatan terhadap peraturan maka perlunya menyampaikan bukti pemotongan pajak kepada wajib pajak dalam hal ini PNS yang menerima honor. Hal tersebut dilakukan oleh bendaharwan pemerintah setelah melakukan penyetoran dan pelaporan pajak. Seringya kegiatan penyetoran dan pelaporan pajak dilakukan pada waktu yang berbeda sehingga bukti transfer umumnya sudah diterima dahulu dan tidak bersamaan dengan bukti potong pajak karena menunggu bendaharawan pemerintah melakukan pelaporan setiap periode masa pajak.
Alangkah baiknya PNS meminta bukti potong pajak setiap ada penerimaan honor setelah periode pelaporan pajak selesai setelah tanggal 20 setiap bulanya. Ketika bukti potong pajak di dapatkan maka dapat mengetahui secara rinci perolehan penerimaan dan memastikan kepatuhan terhadap aturan pajak terpenuhi.